Rabu, 30 Maret 2022

#31 Belum Terlambat Memilihmu

Maaf karena aku terlambat menyadari rasamu kepadaku.

Aku hanya terbiasa dengan hari-hari yang dihabiskan bersamamu.

Kalau saja aku sadar lebih awal, mungkin aku tidak akan salah memilih.

Ketidakpekaan membuatku salah menaruh hati pada yang lain.


Meski begitu, nyatanya kamu tetap ada di sisiku.

Tak terbayangkan sakit yang kamu tahan di saat aku bersama yang lain.

Semestinya kala itu kamu punya kesempatan untuk mencari kekasih hati.

Tetapi nyatanya kamu dengan sabar menungguku,

Bahkan saat aku terjebak ketidakpastian dan harus melewati luka dari orang yang salah,

Kamu selalu ada di sisiku, menghibur, dan menghapus air mata di pipiku.


Jujur aku sempat ragu tentang perasaanku.

Aku terlalu takut jika rasa ini hanya sebatas nyaman.

Tetapi sekarang tidak lagi, aku tidak ingin menghindar dan menutupinya.


Hari ini hatiku sudah memilihmu, karena nyatanya aku terlalu takut kehilangan dirimu.

Kini aku sadar, waktu telah menumbuhkan rasa cinta di antara kita.

Dan aku bersyukur untuk waktu yang lalu ataupun ke depannya yang akan kita lewati bersama.


Yogyakarta, 30 Maret 2022

-GG-

Senin, 28 Maret 2022

#30 Ps: Tangan Lembut

 Seiring langkah bertambah,

Kian hari beban semakin berat.

Tidak mudah bertahan di tengah luka yang terus berdatangan.


Mungkin raga yang lelah tak seberapa

Namun jiwa mungkin saja sudah meronta-ronta.

Kita sering abai dengan tangis di dalam diri

Seakan tak mau mengakui diri sedang tidak baik-baik saja.


Bertubi-tubi problematika berkecamuk menghantam dan menekan,

Sampai-sampai kita kehabisan ruang untuk bisa bernafas.

Sesak rasanya dipaksa berdiri pada kaki sendiri

Andai saja bisa meraba pundak yang lain hanya untuk menumpang bersandar,

Sepertinya kita tak lagi akan gemetar takut-takut terjatuh ke tanah berlumpur.


Hei, sebentar,

kalau dipikir-pikir ternyata ada saja yang mengulurkan tangan lembutnya untuk kita

Entah siapa dia? sosok seperti apa dia?

Buktinya kita masih kuat berdiri sampai detik ini.


Jelas pastinya karena kita yang berusaha untuk tetap kokoh menjalaninya,

Tetapi setidaknya kalau ditarik ke belakang, ada pastinya tangan yang berperan besar di hidup kita.

Andai lebih dari kata untuk membalasnya,

Sekiranya doa tulus dari hati yang bisa menggantikannya.

Teruntuk tangan lembut, siapapun.

Terima kasih.

Karenamu, kita semua masih bisa berdiri dan terus berjalan menapaki hari.


Yogyakarta, 28 Maret 2022

-GG-

Rabu, 02 Maret 2022

#29 Hidup: Arena Bermain

Apa yang sebenernya sedang kita cari saat ini?

Sedang berada di manakah kita saat ini?

Rupa-rupanya kita sedang berada di sebuah arena bermain


Bukan perlombaan untuk mencari siapa pemenangnya

Kita terjebak dalam pilihan di arena bermain yang bahkan kita tidak tau di mana ujungnya

Kita hanya sedang berusaha bertahan dalam permainan yang rumit

Hanya bisa terus berjalan dan melewati rintangan yang ada di depan mata


Kadang berlari ke arah yang sama namun terkadang terpisah dengan pilihan yang berbeda

Arena ini tidak diperuntukkan berkelompok

Ada saatnya kita dihadapkan pada pilihan untuk diri sendiri


Ruang bermain yang tiada habisnya memaksa kita untuk tidak menyerah

Janjinya karena di ujung nanti kita akan menemukan kebahagiaan dan suka cita


Susah memang jika harus dijelaskan dengan akal manusia

Hanya Sang Pencipta arena yang tahu di mana ujung yang harus dicapai ciptaannya.


Tetapi setidaknya kita tidak menyerah

Entah lelah terbayarkan dengan hiburan yang ada di depan mata ataupun nyanyian merdu yang menghangatkan telinga

Kian hari kesulitan akan terganti dengan senyuman


Setiap kali lelah menerka, rehat adalah kunci memulihkan tenaga

Hingga yakin kekuatan terpulihkan, kian hari rasa penat akan terbayarkan.

Begitulah arena bermain yang sedang kita tapaki, yang sering kita sebut dengan kehidupan.


Yogyakarta, 2 Maret 2022

-GG-

Minggu, 15 Agustus 2021

#28 Hurted again

 Bersandarlah jika memang berat,

Berhentilah jika memang melelahkan,

Teriaklah, menangislah, linangkanlah air mata saat ini juga.

Karena memang tidak mudah hari ini untuk dilewati.


Ada hati yang kembali terluka

Setelah lama menata ulang semuanya.

Tidak lagi pada orang yang sama,

Tetapi padanya yang membantu merangkai hati yang sempat hancur oleh masa lalu.


Sempat terpikir bahwa dia adalah pengganti masa lalu yang sudah usang.

Janji yang terucap dari mulutnya telah menumbuhkan tunas baru di dalam hati.


Tak lama waktu telah membuka sedikit demi sedikit lapisan dalam dirinya.

Saat hal itu terjadi, keraguan perlahan muncul, ketidaksiapan dan omong kosong mulai terlihat.

Kesibukan memberi jarak, memaksa banyak hal tergantung dan tak terselesaikan.


apa yang terjadi sebenarnya? 

Sungguh rasanya ingin menghindar dan melepas semuanya

Apakah ini saatnya untuk pergi?

Tidak adakah pilihan dan jalan lain?


Entahlah, mungkin ini saat yang tepat untuk bersandar pada diri sendiri.

Merenungkan semuanya, memberi waktu untuk mengobati hati yang terluka.

Meluangkan waktu serta memberi ruang bagi diri sendiri supaya bisa menemukan jawaban atas apa yang terjadi hari ini.


Karena pada akhirnya, mungkin akan ada kalanya manusia tersadar bahwa satu-satunya yang bertanggung jawab atas kebahagiaan diri sendiri adalah diri sendiri.


Yogyakarta,

14 Agustus 2021

-GG-

Sabtu, 12 Juni 2021

#27 Luka Darimu yang Belum Selesai

 Terima kasih sudah membuatku menunggu

Atas segala janji yang tak bisa kamu tepati.

Aku terlanjur terperdaya oleh sikapmu,

perlakuan manis dan sentuhan lihaimu.

Nampaknya aku yang memang lengah dan tak berdaya dihadapanmu.


Seharusnya aku tau siapa dirimu

Seseorang yang lari dari bayangan masa lalu,

Ketakutan tanpa kepastian penyelesaian.

Orang yang bersembunyi di ruang yang gelap dan dingin, hingga aku merasa kasihan.


Aku memutuskan memberikan sesuatu yang berharga bagiku.

Hati yang hangat dan terisi oleh kasih dan cinta, pada akhirnya kupinjamkan kepadamu.

Aku melakukannya, supaya kamu tidak membeku di jalanan seorang diri.

Tak cukup sampai di situ, tak tega aku meninggalkanmu terlantar tanpa arah dan tujuan.


Aku melangkah mendekatimu, dan membiarkanmu bersandar di pundak ini.

Aku menyanggah tubuhmu dan menuntunmu perlahan menapaki jalan pulang.


Saat aku bertanya, kemanakah kamu akan pulang?

Kamu hanya terdiam menatapku dengan tatapan kosong.

Semakin melangkah maju, aku takut jika kamu akan tersesat dan tak bisa kembali.


Akupun memberanikan diri menggandeng tanganmu pulang ke rumahku.

Meski kamu orang asing, namun perlakuanmu terhadapku tidak lagi seperti orang yang baru mengenalku.

Sejak hari itu, aku merasa hangatnya hatimu mulai menjalar tepat di hatiku.

Dan aku luluh dipelukanmu.


Hari berlalu, keadaanmu nampak semakin membaik.

Larimu tak lagi perlu kutuntun, sudah cepat kamu berjalan ke halaman luar.

Entah apa yang kamu cari, langkahmu selalu berhenti tepat di depan pagar rumahku.


Terkadang kamu membuatku marah karena sikapmu yang mulai acuh tak acuh terhadapku.

Akupun memakluminya meski tak jarang aku yang terluka karena dirimu.


Saat kamu murung di dekat pagar dengan tatapan kosong ke arah luar, aku datang menghampiri dan mendekap tubuhmu.

Meskipun kamu membalas dekapanku, tapi aku tidak merasakan kehangatan yang sempat kurasa sebelumnya.

Benar, aku berharap cemas tanpa tahu alasanmu yang terus bungkam serta mengelak menjelaskan mengapa kamu berdiri di pagar rumahku sembari melihat keluar.


Firasatku kian terbalas dengan rasamu yang mulai tak biasa.

Gelagatmu dan segala misteri yang kamu pendam semakin terasa muncul ke permukaan.

Aku yang terlambat menyadarinya.

Terlalu naif mempercayai orang asing sepertimu.


Hingga suatu hari aku tahu betul alasannya.

Mengapa tubuhmu bergetar setiap kali berdiri di dekat pagar sembari sesekali melihat ke arahku dengan wajah ragumu.


Akulah yang terlambat memahami keadaan.

Ada cerita yang belum terselesaikan.

Ada kisah yang belum berakhir atau berlanjut antara kamu dengan sosok di luar sana.

Memuncak rasa kecewaku saat kamu melangkahkan kaki kanan keluar pagar.


Akupun mengerti jika kamu belum selesai dengan dirinya.

Sosok yang kamu rindukan, yang belum selesai kala rasa takutmu lebih kuat membawamu berlari tanpa kepastian.

Rasa setengah hati yang kamu lampiaskan kepadaku,

Semua karena dirinya.


Muak aku bersembunyi di bawah bayang-bayangnya.

Gadis yang selalu kamu cari tiap menatap mataku yang kupikir itu tulus.

Paham aku, bagaimana pelukan dan sentuhanmu yang hangat itu bukan untuk aku satu-satunya.


Kamu tahu? Hancur rasanya hatiku tercabik oleh rasa yang seharusnya tidak perlu ada.

Aku lelah dan kehilangan energiku.

Aku yang hancur dan menyalahkan diri sendiri.

Terlalu bodoh dan terbutakan oleh bayangan cinta yang nyatanya tak setulus dugaanku.


Saat luka hatiku menumpuk,

Kuhancurkan pagar pembatas rumah dan memaksamu keluar dari wilayahku.

Memintamu menjauh, membencimu, memaki, dan mengutuk rasa cintamu yang pernah singgah di lubuk hatiku.


Namun, rasa benci tak akan cukup membuatku hidup.

Aku sadar ini bukanlah akhir dari hidupku.

perlahan aku menghapus jejak tentang dirimu.

Kamu tahu? Aku yang terlanjur hancur, sekalipun sukar melupakanmu.

Tapi aku tahu rasa sakit ini akan pulih suatu hari nanti.

Tersiksa karenamu hari ini adalah pilihan terbaik yang aku ambil untuk hidupku.

Melepasmu adalah jalanku agar tak lagi menderita karena cinta.

Aku sadar, bahwa aku hanya akan selesai, bila aku tak lagi menaruh rasa kepadamu.


Aku yang hari esok mencoba bertahan dengan sisa-sisa hati yang sedang patah, 

Kembali belajar dari kenangan yang terlewati.

Mencintai apa yang membuatku bahagia, selalu jadi kekuatanku untuk bertahan.

Mencoba perlahan berdamai dengan rasaku sendiri.

Berproses bersama diri sendiri dengan lebih tulus.

Hingga suatu hari aku sadar, bahwa kekuatan itu ada karena aku sudah lebih dulu mencintai diriku sendiri.


Yogyakarta, 12 Juni 2021

-GG-

Minggu, 07 Maret 2021

#26 Luka Tak Berujung

 Seperti luka yang timbul akibat terjatuh dari sepeda,

Itulah rasa perih yang cukup membekas di ingatan.

Sakit yang timbul mungkin hanya bersifat sementara,

Tapi bisa jadi trauma akan membekas berlama-lama.

Bagaimana jika terjatuh lagi setelah sekian lama?

Bukankah rasa itu akan terkenang kembali dan semakin menyiksa?

Belum lagi jika jatuh bertubi-tubi, apa jadinya?

Sama pun halnya dengan hati.

Apalagi dia lebih lemah dibandingkan jaringan kulit.

Sekalipun hati berlapis-lapis dan terlihat tegar, apakah ia sanggup untuk menahan luka?

Kata orang, ada saatnya hati harus belajar untuk terluka supaya lebih kuat menapaki jalan cinta.

Wajar saja banyak insan yang bertahan atas nama cinta meski terkadang harus terluka.

Tapi, bukankah hati yang terluka juga ada batasnya?

Apa yang akan terjadi jika hati tak kunjung berhenti tersiksa dan terluka?

Trauma? Sedih yang tak berujung? Sakit yang tertanam dan tak kunjung bisa disembuhkan?

Entah apakah itu yang dikenal sebagai cinta?

Rasanya sulit untuk dipahami oleh akal.


Yogyakarta, 7 Maret 2021

-GG-


Sabtu, 06 Maret 2021

#25 Istirahat Sejenak: Sepenggal Cerita di Penghujung Tahun pt 2

 

PART 2 RECOVERY

27 Desember 2020,

            Tik tuk tik tuk, detik jam tak ada hentinya bergerak, tapi aku merasa waktu terlalu lama berganti. Ini baru hari ke-2 setelah aku terkonfirmasi. Pagi itu aku memulai rutinitas dengan berjemur, olahraga kecil, makan, mandi, dan mengurung diri di kamar. Aku menatap layar HP setiap waktu menunggu telepon dari pihak Puskesmas yang tak kunjung datang. Hingga menjelang sore, aku memutuskan menelepon pihak puskesmas lagi dan menanyakan kelanjutan proses rujukanku. Setelah menjabarkan kondisiku lagi, pihak Puskesmas mengatakan bahwa besok aku akan dihubungi langsung oleh Dokter Puskesmas untuk konsultasi lebih lanjut.

            Setelah menutup telepon dengan puskesmas, aku memutuskan untuk menceritakan hal ini pada teman-teman terdekatku. Pilihan ini kuambil semata-mata karena aku merasa butuh dukungan dan hiburan dari teman-teman terdekatku. Aku tahu betul bahwa mereka adalah orang-orang yang bisa memberi semangat dan penghiburan untukku. Betul saja, meski pada awalnya mereka terkejut, tetapi mereka memang yang paling bisa mengubah kekhawatiranku dengan hiburan, canda tawa, doa, dan segala kelucuan menjadi semangat baru untuk meyakinkan diriku supaya bisa segera pulih.

28 Desember 2020,

            Menjelang siang, masuk sebuah pesan Whatsapp dari nomor tidak dikenal. Rupa-rupanya pesan tersebut datang dari Dokter Puskesmas yang menanyakan kondisiku beserta keluarga. Setelah selesai mengisi data kondisiku beserta keluarga, Dokter menyampaikan bahwa hingga saat ini pihak Puskesmas masih berkoordinasi dengan tempat-tempat isolasi covid-19 di Yogyakarta perihal ketersediaan tempat. Dokter mengatakan jika beberapa tempat isolasi covid-19 di Yogyakarta sedang penuh dan kapasitasnya tidak mencukupi lagi untuk menampung tambahan pasien. Membaca pesan itu, hatiku makin tak karuan. Aku takut dan gelisah membayangkan tempat isolasi yang mencekam dan aku akan seorang diri di sana tanpa ada kehadiran keluarga.

            Sore harinya, Dokter menyampaikan jika aku sudah mendapat tempat isolasi di Asrama Haji Yogyakarta dan dijadwalkan mulai menempati kamar isolasi pada tanggal 29 Desember 2020, atau persis esok harinya. Aku diminta untuk menyiapkan baju dan kebutuhan pribadi lainnya. Dokter berpesan bahwa pihak tempat isolasi hanya menyediakan makan 3x sehari dan vitamin, sedangkan puskesmas akan menyuplai kebutuhan obat tambahan untuk mengobati gejala yang aku rasakan. Setelah membaca pesan tersebut, segera saja aku mengemasi pakaian dan beberapa kebutuhan pribadiku. Aku membawa satu ransel beserta 1 totebag sebagai bekal selama aku di tempat isolasi. Malam harinya aku cukup terganggu dengan pikiran yang terbang ke sana kemari dan membuatku tak bisa tidur dengan tenang. Aku berusaha memejamkan mata namun cukup sulit untuk terlelap. Pada akhirnya aku menatap langit-langit atap rumahku dan segera saja terlintas kata “Tuhan…” di pikiranku.

29 Desember 2020,

Tepat ketika sinar mulai masuk di celah jendela kamar, Hp-ku bergetar. Nada dering HP itu cukup menganggu tidurku. Tak kusangka telepon Whatsapp itu datang dari Dokter puskesmas yang memintaku segera bersiap. Ia memintaku datang ke Puskesmas tepat jam 10 pagi. Katanya 'ke puskesmas ya mbak, kami tunggu jam 10. Nanti kami yang akan antar sampai Asrama Haji menggunakan ambulans dan protocol covid-19'.

“Baiklah, saatnya berpasrah dan berangkat” gumamku dalam hati. Segera saja aku bersiap, mandi dan sarapan. Kemudian meraih tas ransel beserta totebagku yang kumasukkan ke dalam mobil. Diantar oleh keluargaku, jam 10 lebih sedkit aku tiba di Puskesmas. Setelah menunggu sebentar sembari pihak Puskesmas menyiapkan ambulans, akhirnya aku naik ke dalam ambulans. Lucunya, saat aku menginjakkan kaki hendak masuk ke dalam ambulans, entah apa yang membuat kakiku tersangkut dan menyebabkan aku tersandung dan terperosok tertelungkup di atas Kasur ambulans. Sakit mungkin bisa aku tahan, tapi rasa malu akibat tingkahku yang dilihat oleh petugas medis dan seorang laki-laki kisaran usia 30 tahun yang berangkat bersamaku sepertinya sedikit sulit kusembunyikan. Saat berhasil duduk dan kami berangkat, barulah aku sedikit menggosokkan lututku yang mulai membiru akibat terpentok besi.

“Kita jemput satu teman lagi ya mas, mbak. Kita mampir ke rumahnya kemudian baru kita ke Asrama Haji ya” ucap tenaga medis sembari menyetir ambulans. Aku dan mas-mas itu serentak menjawab “baik pak!”. Sesampainya di sebuah rumah, keluarlah seorang perempuan yang usianya nampak tidak terlampau jauh dariku. Saat mobil ambulans mulai melaju, percakapan antar pasien Covid-19 pun terjadi. Antara kami yang tak mengenal satu sama lain, hingga akhirnya kami saling berkenalan dan satu per satu bercerita mengenai kronologi bagaimana akhirnya bisa terpapar covid-19.

Setelah asik mengobrol, aku sedikit lega dan merasa tenang. Jam 11 tepat, kami telah sampai di Asrama Haji. Suasana saat kami tiba nampak sepi, tidak ada keramaian, sunyi, dan nampaknya tidak seseram di pemberitaan media. Sehabis kami mengambil kunci kamar, kami segera menuju ke kamar masing-masing. Mas tadi langsung naik menuju lantai 4, sedangkan aku dan mbak tadi menuju lantai 3 menggunakan tangga yang ada. Aku dan mbak itu hanya berbeda dua kamar. Saat menuju kamar, aku dan mbak di ambulans tadi bertukar nomor WA. Aku senang karena rupanya aku sudah mendapat teman baru. Selain itu kamar isolasi juga nyaman, bersih, dan nampak jendela yang cukup besar untukku bisa melihat bagian luar kamar tanpa halangan.

 Selesai meletakkan barang, aku turun bersama mbak ambulans untuk mengembalikan kunci serta mengambil makan di lantai bawah. Rupanya aturan di tempat isolasi mengharuskan pasien mengambil makan secara mandiri di lantai bawah. Informasi ketersediaan makanan akan diinfokan melalui whatsaap Group yang dibuat. Setiap harinya kita bisa memantau siapa yang sudah keluar, siapa yang baru masuk, siapa yang sudah bebas isolasi, siapa yang baru memulai isolasi, siapa yang bergejala, dan lain-lain. Dari situ aku kembali meyakinkan diriku bahwa semua akan baik-baik saja. Keluarga dan teman-teman terdekatku tak henti menanyakan kabarku, memberi dukungan secara materi, doa, atau semangat lewat kata-kata. Dan itu yang membuatku bisa bertahan untuk melewati semuanya hingga aku kembali sembuh. Itu yang aku percayai dan akan aku selalu yakini.

30 desember 2020,

Semalam aku masih beradaptasi dengan tempat baru. Ya memang benar, aku akan mengalami sulit tidur saat berada di tempat yang baru. Aku membutuhkan waktu adaptasi untuk bisa kembali menerapkan jam tidur normal dan bisa tidur dengan nyenyak. Pagi harinya, sekitar jam 7 pagi, aku segera bangun dan mandi. Aku dan mbak ambulans sangat rutin chatan sejak kemarin. Saat hendak mengambil sarapan, mbak ambulans akan chat aku dan kami kemudian mengambil makanan bersama. Sejak saat itu, kami mulai rutin chat untuk menanyakan kabar satu sama lain. Mbak Ambulans dan aku kemudian berjanji untuk bisa keluar bersama dari tempat isolasi dan bisa sembuh bareng-bareng.

Ketika aku mulai bosan, aku memilih mengisi waktu dengan olahraga ringan, kemudian mencoba meditasi sejenak, lalu mulai menghubungi teman-temanku. Aku mengajak temanku untuk video call dan cerita-cerita. Saat aku bercengkrama dengan mereka, aku merasa senang dan waktu cepat berlalu. Saat aku membutuhkan sesuatu, temanku selalu dengan sigap mengirimkannya. Hampir beberapa kali aku bolak-balik turun untuk mengambil kiriman dari banyak pihak. Entah dari keluarga, teman, atau bahkan dari pihak kampus. Dukungan dari mereka adalah segenggam energi positif yang ditransfer ke dalam diriku. Energi itu cukup membuatku berkata 'aku harus sembuh'.

Hari itu hujan awet seharian, deras kemudian gerimis tak lama deras lagi. Udara dingin kala itu membuatku menikmati “Me Time” yang sunyi ditemani instrumen hp dan buku novel karya Sapardi Djoko Damono yang dikirimkan teman eventku. Aku menikmati seharian itu dengan hati dan pikiran yang tenang, berusaha meresapi apa yang selama ini kupendam, dan membiarkannya menyatu dengan derasnya hujan hingga malam semakin larut dan aku tertidur pulas.

31 desember 2020

Jam 6 pagi aku terbangun, masih dibalik selimut aku menoleh ke arah jendela. Aku melihat hujan yang masih tak kunjung reda sejak semalam. aku memutuskan untuk kembali memejamkan mata. Pikirku, aku akan bangun 30 menit lagi kemudian bergegas mandi dan melakukan lain hal. Memang otak terkadang tak bisa sinkron dengan tubuh, rasa malas masih menghantui dan menghalangiku untuk bangun. Akhirnya aku membuka mata saat jam sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi. Reflex saja, aku beranjak dari tempat tidur kemudian membuka jendela dan meraih handuk. Aku menikmati air yang mengalir dari shower dan menyabuni badanku dengan sabun cair. Setelah keluar memakai baju, segera aku meraih HP untuk mengabari mba Ambulans hendak mengajaknya mengambil sarapan.

Nampaknya dia sudah lebih dulu siap dibanding aku. Tak lama setelah aku chat, ia sudah mengetok kamarku. Setelah itu, kami segera menuruni tangga dan mengambil sarapan pagi. Sekotak makanan yang tak lagi panas ditemani segelas teh yang sudah tak lagi beruap sudah kubawa bersamaku. Aku menarik balok kayu tempat biasa meletakkan galon air di sebelah jendela. Sembari menatap luar jendela, aku segera menyantap hidangan lezat itu. Kuakui juru masak yang menyiapkan makanan di tempat isolasi sepertinya memang seorang koki hahahaha… rasa masakannya sangat lezat, mungkin sekiranya itu yang perlu dilakukan supaya mood pasien bagus sehingga imunitas tubuh semakin kuat dan kami bisa segera sembuh.

Malam itu adalah malam pergantian tahun, semakin mendekati malam dan menuju 00.00 sejujurnya kesedihan kembali meliputiku. Banyak hal yang membuatku menyesal, terutama merasa bersalah karena aku semua rencana liburan kecil keluargaku tidak bisa terlaksana. Rencana untuk mengunjungi makam kakek nenek dari mama juga harus kandas. Aku yang terpisah dari keluarga saat pergantian tahun. Aku yang bahkan tak bisa mengucapkan selamat tahun baru dengan ucapan yang manis bagi teman-teman. Saat salah satu temanku videocall, akhirnya aku meneteskan air mata. Keluarnya air mata membuat dadaku terasa penuh dan tertekan. Seketika itu aku memutuskan mengakhiri videocall dan meminum obat.

Saat aku mulai sedikit memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara kembang api saling bersautan. Sontak saja aku menuju ke dekat jendela dan segera mengabadikan kembang api yang masih bisa kunikmati di balik kamar isolasi. Melihat kemeriahan di luar membuatku bersemangat. Aku segera mengirimkan video kembang api yang sempat kuabadikan kepada mbak ambulans. Aku berkata padanya “mbak, yuk buruan kita sembuh bareng supaya bisa keluar dari sini!”.

3 Januari, 2021

            Setelah melewati hari demi hari di tempat isolasi. Hari itu aku mendapat kabar jika aku sudah diperbolehkan pulang pada 4 Januari, 2021. Aku dipulangkan untuk melanjutkan isolasi mandiri di rumah karena tidak ditemukan gejala yang mengarah ke gangguan pernafasan. Aku juga senang saat mendapat kabar jika mbak Ambulans juga dipulangkan di tanggal yang sama denganku. Pagi itu kami memutuskan untuk olahraga bersama sembari berjemur di halaman bawah. Meskipun di peraturan terdapat larangan di mana pasien tidak diijinkan berjemur dan berolahraga di halaman, sejak kemarin-kemarin rupanya sudah ada beberapa pasien yang berjemur dan berolahraga di halaman dan tidak ditegur oleh petugas.

            Akhirnya aku dan mbak ambulans memanfaatkan momen hari terakhir di Asrama Haji untuk mendokumentasikan kegiatan kami. Aku merekam beberapa aktivitas dan footage yang sengaja kukumpulkan untuk membuat video dokumentasi pribadi. Setelah puas berjemur, kami langsung mengambil sarapan dan foto selfie bersama sebagai kenang-kenangan. Seharian itu kami sama-sama disibukkan mengemasi barang-barang dan pakaian. Aku kebingungan karena bawaanku bertambah banyak. Yang tadinya hanya satu ransel dan 1 totebag, jadinya aku membawa tambahan dua kerdus barang yang berisi kiriman dari teman-teman dan kampusku. Ah senangnya sudah bisa kembali ke rumah. Aku sudah tidak sabar melihat jalanan, makan masakan mama dan ayah, atau mendengar keributan adek dan kakakku. Sungguh rindu yang akan terbayarkan~

4 Januari 2021,

            Hari ini aku bangun lebih pagi dari biasanya. Jam 6 kurang, mba Ambulans sudah chat aku katanya ia sudah siap mandi dan membereskan barang-barang. Aku langsung bangun juga dan segera meraih handuk dan mandi. Selesai mandi dan ganti baju, aku segera menghubungi mbak ambulans mengajaknya mengambil sarapan terakhir di Asrama Haji. Kami sempat mengabadikan foto bersama dengan selfie pertanda perpisahan sementara.

            Selang tak lama dari kami sarapan, mbak Ambulans jam 8 kurang sudah dijemput oleh keluarganya. Harusnya aku juga request dijemput jam 8 karena sudah tidak betah tinggal di kamar isolasi, namun orang tuaku baru bisa jemput jam 9 lebih. Akhirnya aku bisa bebas dari ruang isolasi dan melanjutkan sisa isolasi mandiriku di kamar sendiri di kastil “my home sweet home”.

Semenjak hari itu, aku meneruskan pola hidup sama persis seperti saat aku di Asrama Haji. Pagi aku bangun dan berjemur sambil olahraga ringan, kemudian mandi, makan dan membaca novel ataupun nonton film dan mengerjakan beberapa kerjaan yang sudah semakin menumpuk. Menjelang siang, aku makan kemudian sore berolahraga, mandi, makan malam, videocallan sama teman yang punya waktu luang, dan diakhiri dengan tidur paling maksimal jam 10 malam.

Hari terus berganti, hingga tiba hari di mana aku sudah dibebaskan dari isolasi mandiri. Kisaran tanggal 9 Januari 2021, aku sudah dinyatakan bebas isolasi mandiri. Kata Dokter Puskesmas, untuk aturan baru bagi yang OTG maka tidak wajib untuk tes PCR/Antigen lagi. Setelah selesai masa isolasi mandiri maka pasien sudah dinyatakan bebas isolasi dan boleh beraktivitas kembali seperti sedia kala. Di dorong rasa penasaran dan ingin mendapat kepastian, setelah melewati tanggal 11 Januari 2021, tepatnya setelah aku berulang tahun, aku memutuskan untuk tes Antigen. Aku menunda beberapa waktu untuk benar-benar meyakinkan diriku bahwa aku sudah tidak lagi membawa virus. Aku butuh waktu setelah melewati ulang tahunku untuk menghindari kalau-kalau hasil yang keluar tidak sesuai yang kuharapkan dan merusak hari bahagiaku.

Tepat pada tanggal 14 Januari 2021, aku berangkat sendiri jam 8 pagi menggunakan motor menuju Rumah Sakit Hermina untuk melakukan tes Antigen. Setelah mendaftar dan booking sehari sebelumnya, akhirnya aku mendapat hasil yang aku harapkan. Aku dinyatakan negatif setelah menunggu hasil kurang lebih 45 menit. Senang rasanya bukan main, aku bersyukur. Aku memeluk diriku sendiri dan mengatakan “kamu hebat, gab! Kamu sudah melalui semuanya dengan baik.” Kabar inipun segera aku beritahu pada keluarga dan teman-teman terdekatku.

Aku paham betul bahwa apa yang terjadi padaku saat itu sudah menjadi takdirku yang harus dihadapi, bukan dihindari. Bukan untuk terus menyalahkan diri sendiri atau orang lain, bukan menjadi alasan bersedih dan kehilangan semangat untuk waktu yang lama. Aku percaya pada diriku sendiri kala itu kalau aku bisa melewatinya, karena aku tahu jika Tuhan akan selalu ada dan tidak akan pernah meninggalkanku sendirian. Tuhan hadir dalam rupa keluarga atau teman terdekat, bahkan teman jauh sekalipun. Semua yang terjadi selalu ada hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik dari kehidupan. Hingga aku bisa melewatinya, aku tahu yang paling berperan untuk itu semua adalah kekuatan cinta yang memberi segenggam energi positif lewat kebahagiaan dan keceriaan. Percayalah, untuk setiap hal yang kita hadapi di dunia ini, perlu diingat bahwa kita tidak sendiri. Cinta akan selalu ada kapanpun dan di mana pun, selamanya akan menguatkan kita.~

----------------------------------- THE END--------------------------------------

#31 Belum Terlambat Memilihmu

Maaf karena aku terlambat menyadari rasamu kepadaku. Aku hanya terbiasa dengan hari-hari yang dihabiskan bersamamu. Kalau saja aku sadar leb...