PART
2 RECOVERY
27
Desember 2020,
Tik tuk tik tuk, detik jam tak ada
hentinya bergerak, tapi aku merasa waktu terlalu lama berganti. Ini baru hari
ke-2 setelah aku terkonfirmasi. Pagi itu aku memulai rutinitas dengan berjemur,
olahraga kecil, makan, mandi, dan mengurung diri di kamar. Aku menatap layar HP
setiap waktu menunggu telepon dari pihak Puskesmas yang tak kunjung datang.
Hingga menjelang sore, aku memutuskan menelepon pihak puskesmas lagi dan
menanyakan kelanjutan proses rujukanku. Setelah menjabarkan kondisiku lagi, pihak
Puskesmas mengatakan bahwa besok aku akan dihubungi langsung oleh Dokter
Puskesmas untuk konsultasi lebih lanjut.
Setelah menutup telepon dengan
puskesmas, aku memutuskan untuk menceritakan hal ini pada teman-teman
terdekatku. Pilihan ini kuambil semata-mata karena aku merasa butuh dukungan
dan hiburan dari teman-teman terdekatku. Aku tahu betul bahwa mereka adalah
orang-orang yang bisa memberi semangat dan penghiburan untukku. Betul saja,
meski pada awalnya mereka terkejut, tetapi mereka memang yang paling bisa
mengubah kekhawatiranku dengan hiburan, canda tawa, doa, dan segala kelucuan
menjadi semangat baru untuk meyakinkan diriku supaya bisa segera pulih.
28
Desember 2020,
Menjelang siang, masuk sebuah pesan
Whatsapp dari nomor tidak dikenal. Rupa-rupanya pesan tersebut datang dari
Dokter Puskesmas yang menanyakan kondisiku beserta keluarga. Setelah selesai
mengisi data kondisiku beserta keluarga, Dokter menyampaikan bahwa hingga saat
ini pihak Puskesmas masih berkoordinasi dengan tempat-tempat isolasi covid-19
di Yogyakarta perihal ketersediaan tempat. Dokter mengatakan jika beberapa
tempat isolasi covid-19 di Yogyakarta sedang penuh dan kapasitasnya tidak
mencukupi lagi untuk menampung tambahan pasien. Membaca pesan itu, hatiku makin
tak karuan. Aku takut dan gelisah membayangkan tempat isolasi yang mencekam dan
aku akan seorang diri di sana tanpa ada kehadiran keluarga.
Sore harinya, Dokter menyampaikan
jika aku sudah mendapat tempat isolasi di Asrama Haji Yogyakarta dan
dijadwalkan mulai menempati kamar isolasi pada tanggal 29 Desember 2020, atau
persis esok harinya. Aku diminta untuk menyiapkan baju dan kebutuhan pribadi
lainnya. Dokter berpesan bahwa pihak tempat isolasi hanya menyediakan makan 3x
sehari dan vitamin, sedangkan puskesmas akan menyuplai kebutuhan obat tambahan
untuk mengobati gejala yang aku rasakan. Setelah membaca pesan tersebut, segera
saja aku mengemasi pakaian dan beberapa kebutuhan pribadiku. Aku membawa satu
ransel beserta 1 totebag sebagai bekal selama aku di tempat isolasi. Malam
harinya aku cukup terganggu dengan pikiran yang terbang ke sana kemari dan
membuatku tak bisa tidur dengan tenang. Aku berusaha memejamkan mata namun
cukup sulit untuk terlelap. Pada akhirnya aku menatap langit-langit atap
rumahku dan segera saja terlintas kata “Tuhan…” di pikiranku.
29
Desember 2020,
Tepat
ketika sinar mulai masuk di celah jendela kamar, Hp-ku bergetar. Nada dering HP
itu cukup menganggu tidurku. Tak kusangka telepon Whatsapp itu datang dari Dokter
puskesmas yang memintaku segera bersiap. Ia memintaku datang ke Puskesmas tepat
jam 10 pagi. Katanya 'ke puskesmas ya mbak, kami tunggu jam 10. Nanti kami yang
akan antar sampai Asrama Haji menggunakan ambulans dan protocol covid-19'.
“Baiklah,
saatnya berpasrah dan berangkat” gumamku dalam hati. Segera saja aku bersiap,
mandi dan sarapan. Kemudian meraih tas ransel beserta totebagku yang kumasukkan
ke dalam mobil. Diantar oleh keluargaku, jam 10 lebih sedkit aku tiba di
Puskesmas. Setelah menunggu sebentar sembari pihak Puskesmas menyiapkan
ambulans, akhirnya aku naik ke dalam ambulans. Lucunya, saat aku menginjakkan
kaki hendak masuk ke dalam ambulans, entah apa yang membuat kakiku tersangkut
dan menyebabkan aku tersandung dan terperosok tertelungkup di atas Kasur
ambulans. Sakit mungkin bisa aku tahan, tapi rasa malu akibat tingkahku yang
dilihat oleh petugas medis dan seorang laki-laki kisaran usia 30 tahun yang
berangkat bersamaku sepertinya sedikit sulit kusembunyikan. Saat berhasil duduk
dan kami berangkat, barulah aku sedikit menggosokkan lututku yang mulai membiru
akibat terpentok besi.
“Kita
jemput satu teman lagi ya mas, mbak. Kita mampir ke rumahnya kemudian baru kita
ke Asrama Haji ya” ucap tenaga medis sembari menyetir ambulans. Aku dan mas-mas
itu serentak menjawab “baik pak!”. Sesampainya di sebuah rumah, keluarlah
seorang perempuan yang usianya nampak tidak terlampau jauh dariku. Saat mobil
ambulans mulai melaju, percakapan antar pasien Covid-19 pun terjadi. Antara
kami yang tak mengenal satu sama lain, hingga akhirnya kami saling berkenalan
dan satu per satu bercerita mengenai kronologi bagaimana akhirnya bisa terpapar
covid-19.
Setelah
asik mengobrol, aku sedikit lega dan merasa tenang. Jam 11 tepat, kami telah
sampai di Asrama Haji. Suasana saat kami tiba nampak sepi, tidak ada keramaian,
sunyi, dan nampaknya tidak seseram di pemberitaan media. Sehabis kami mengambil
kunci kamar, kami segera menuju ke kamar masing-masing. Mas tadi langsung naik
menuju lantai 4, sedangkan aku dan mbak tadi menuju lantai 3 menggunakan tangga
yang ada. Aku dan mbak itu hanya berbeda dua kamar. Saat menuju kamar, aku dan
mbak di ambulans tadi bertukar nomor WA. Aku senang karena rupanya aku sudah
mendapat teman baru. Selain itu kamar isolasi juga nyaman, bersih, dan nampak
jendela yang cukup besar untukku bisa melihat bagian luar kamar tanpa halangan.
Selesai meletakkan barang, aku turun bersama
mbak ambulans untuk mengembalikan kunci serta mengambil makan di lantai bawah.
Rupanya aturan di tempat isolasi mengharuskan pasien mengambil makan secara mandiri
di lantai bawah. Informasi ketersediaan makanan akan diinfokan melalui whatsaap
Group yang dibuat. Setiap harinya kita bisa memantau siapa yang sudah keluar,
siapa yang baru masuk, siapa yang sudah bebas isolasi, siapa yang baru memulai
isolasi, siapa yang bergejala, dan lain-lain. Dari situ aku kembali meyakinkan
diriku bahwa semua akan baik-baik saja. Keluarga dan teman-teman terdekatku tak
henti menanyakan kabarku, memberi dukungan secara materi, doa, atau semangat
lewat kata-kata. Dan itu yang membuatku bisa bertahan untuk melewati semuanya
hingga aku kembali sembuh. Itu yang aku percayai dan akan aku selalu yakini.
30
desember 2020,
Semalam
aku masih beradaptasi dengan tempat baru. Ya memang benar, aku akan mengalami
sulit tidur saat berada di tempat yang baru. Aku membutuhkan waktu adaptasi
untuk bisa kembali menerapkan jam tidur normal dan bisa tidur dengan nyenyak. Pagi
harinya, sekitar jam 7 pagi, aku segera bangun dan mandi. Aku dan mbak ambulans
sangat rutin chatan sejak kemarin. Saat hendak mengambil sarapan, mbak ambulans
akan chat aku dan kami kemudian mengambil makanan bersama. Sejak saat itu, kami
mulai rutin chat untuk menanyakan kabar satu sama lain. Mbak Ambulans dan aku
kemudian berjanji untuk bisa keluar bersama dari tempat isolasi dan bisa sembuh
bareng-bareng.
Ketika
aku mulai bosan, aku memilih mengisi waktu dengan olahraga ringan, kemudian
mencoba meditasi sejenak, lalu mulai menghubungi teman-temanku. Aku mengajak
temanku untuk video call dan cerita-cerita. Saat aku bercengkrama dengan
mereka, aku merasa senang dan waktu cepat berlalu. Saat aku membutuhkan
sesuatu, temanku selalu dengan sigap mengirimkannya. Hampir beberapa kali aku
bolak-balik turun untuk mengambil kiriman dari banyak pihak. Entah dari
keluarga, teman, atau bahkan dari pihak kampus. Dukungan dari mereka adalah
segenggam energi positif yang ditransfer ke dalam diriku. Energi itu cukup
membuatku berkata 'aku harus sembuh'.
Hari
itu hujan awet seharian, deras kemudian gerimis tak lama deras lagi. Udara dingin
kala itu membuatku menikmati “Me Time” yang sunyi ditemani instrumen hp dan
buku novel karya Sapardi Djoko Damono yang dikirimkan teman eventku. Aku
menikmati seharian itu dengan hati dan pikiran yang tenang, berusaha meresapi
apa yang selama ini kupendam, dan membiarkannya menyatu dengan derasnya hujan
hingga malam semakin larut dan aku tertidur pulas.
31
desember 2020
Jam
6 pagi aku terbangun, masih dibalik selimut aku menoleh ke arah jendela. Aku
melihat hujan yang masih tak kunjung reda sejak semalam. aku memutuskan untuk
kembali memejamkan mata. Pikirku, aku akan bangun 30 menit lagi kemudian
bergegas mandi dan melakukan lain hal. Memang otak terkadang tak bisa sinkron
dengan tubuh, rasa malas masih menghantui dan menghalangiku untuk bangun.
Akhirnya aku membuka mata saat jam sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi. Reflex
saja, aku beranjak dari tempat tidur kemudian membuka jendela dan meraih
handuk. Aku menikmati air yang mengalir dari shower dan menyabuni badanku
dengan sabun cair. Setelah keluar memakai baju, segera aku meraih HP untuk
mengabari mba Ambulans hendak mengajaknya mengambil sarapan.
Nampaknya
dia sudah lebih dulu siap dibanding aku. Tak lama setelah aku chat, ia sudah mengetok
kamarku. Setelah itu, kami segera menuruni tangga dan mengambil sarapan pagi.
Sekotak makanan yang tak lagi panas ditemani segelas teh yang sudah tak lagi
beruap sudah kubawa bersamaku. Aku menarik balok kayu tempat biasa meletakkan
galon air di sebelah jendela. Sembari menatap luar jendela, aku segera
menyantap hidangan lezat itu. Kuakui juru masak yang menyiapkan makanan di
tempat isolasi sepertinya memang seorang koki hahahaha… rasa masakannya sangat
lezat, mungkin sekiranya itu yang perlu dilakukan supaya mood pasien bagus sehingga imunitas tubuh semakin kuat dan kami bisa
segera sembuh.
Malam
itu adalah malam pergantian tahun, semakin mendekati malam dan menuju 00.00
sejujurnya kesedihan kembali meliputiku. Banyak hal yang membuatku menyesal,
terutama merasa bersalah karena aku semua rencana liburan kecil keluargaku
tidak bisa terlaksana. Rencana untuk mengunjungi makam kakek nenek dari mama
juga harus kandas. Aku yang terpisah dari keluarga saat pergantian tahun. Aku
yang bahkan tak bisa mengucapkan selamat tahun baru dengan ucapan yang manis
bagi teman-teman. Saat salah satu temanku videocall, akhirnya aku meneteskan
air mata. Keluarnya air mata membuat dadaku terasa penuh dan tertekan. Seketika
itu aku memutuskan mengakhiri videocall dan meminum obat.
Saat
aku mulai sedikit memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara kembang api saling
bersautan. Sontak saja aku menuju ke dekat jendela dan segera mengabadikan
kembang api yang masih bisa kunikmati di balik kamar isolasi. Melihat
kemeriahan di luar membuatku bersemangat. Aku segera mengirimkan video kembang
api yang sempat kuabadikan kepada mbak ambulans. Aku berkata padanya “mbak, yuk
buruan kita sembuh bareng supaya bisa keluar dari sini!”.
3
Januari, 2021
Setelah melewati hari demi hari di
tempat isolasi. Hari itu aku mendapat kabar jika aku sudah diperbolehkan pulang
pada 4 Januari, 2021. Aku dipulangkan untuk melanjutkan isolasi mandiri di
rumah karena tidak ditemukan gejala yang mengarah ke gangguan pernafasan. Aku
juga senang saat mendapat kabar jika mbak Ambulans juga dipulangkan di tanggal
yang sama denganku. Pagi itu kami memutuskan untuk olahraga bersama sembari
berjemur di halaman bawah. Meskipun di peraturan terdapat larangan di mana
pasien tidak diijinkan berjemur dan berolahraga di halaman, sejak
kemarin-kemarin rupanya sudah ada beberapa pasien yang berjemur dan berolahraga
di halaman dan tidak ditegur oleh petugas.
Akhirnya aku dan mbak ambulans
memanfaatkan momen hari terakhir di Asrama Haji untuk mendokumentasikan
kegiatan kami. Aku merekam beberapa aktivitas dan footage yang sengaja kukumpulkan untuk membuat video dokumentasi
pribadi. Setelah puas berjemur, kami langsung mengambil sarapan dan foto selfie
bersama sebagai kenang-kenangan. Seharian itu kami sama-sama disibukkan
mengemasi barang-barang dan pakaian. Aku kebingungan karena bawaanku bertambah
banyak. Yang tadinya hanya satu ransel dan 1 totebag, jadinya aku membawa
tambahan dua kerdus barang yang berisi kiriman dari teman-teman dan kampusku.
Ah senangnya sudah bisa kembali ke rumah. Aku sudah tidak sabar melihat
jalanan, makan masakan mama dan ayah, atau mendengar keributan adek dan
kakakku. Sungguh rindu yang akan terbayarkan~
4
Januari 2021,
Hari ini aku bangun lebih pagi dari
biasanya. Jam 6 kurang, mba Ambulans sudah chat aku katanya ia sudah siap mandi
dan membereskan barang-barang. Aku langsung bangun juga dan segera meraih
handuk dan mandi. Selesai mandi dan ganti baju, aku segera menghubungi mbak
ambulans mengajaknya mengambil sarapan terakhir di Asrama Haji. Kami sempat
mengabadikan foto bersama dengan selfie pertanda perpisahan sementara.
Selang tak lama dari kami sarapan,
mbak Ambulans jam 8 kurang sudah dijemput oleh keluarganya. Harusnya aku juga
request dijemput jam 8 karena sudah tidak betah tinggal di kamar isolasi, namun
orang tuaku baru bisa jemput jam 9 lebih. Akhirnya aku bisa bebas dari ruang
isolasi dan melanjutkan sisa isolasi mandiriku di kamar sendiri di kastil “my
home sweet home”.
Semenjak
hari itu, aku meneruskan pola hidup sama persis seperti saat aku di Asrama
Haji. Pagi aku bangun dan berjemur sambil olahraga ringan, kemudian mandi,
makan dan membaca novel ataupun nonton film dan mengerjakan beberapa kerjaan
yang sudah semakin menumpuk. Menjelang siang, aku makan kemudian sore
berolahraga, mandi, makan malam, videocallan sama teman yang punya waktu luang,
dan diakhiri dengan tidur paling maksimal jam 10 malam.
Hari
terus berganti, hingga tiba hari di mana aku sudah dibebaskan dari isolasi
mandiri. Kisaran tanggal 9 Januari 2021, aku sudah dinyatakan bebas isolasi
mandiri. Kata Dokter Puskesmas, untuk aturan baru bagi yang OTG maka tidak
wajib untuk tes PCR/Antigen lagi. Setelah selesai masa isolasi mandiri maka
pasien sudah dinyatakan bebas isolasi dan boleh beraktivitas kembali seperti
sedia kala. Di dorong rasa penasaran dan ingin mendapat kepastian, setelah
melewati tanggal 11 Januari 2021, tepatnya setelah aku berulang tahun, aku
memutuskan untuk tes Antigen. Aku menunda beberapa waktu untuk benar-benar
meyakinkan diriku bahwa aku sudah tidak lagi membawa virus. Aku butuh waktu
setelah melewati ulang tahunku untuk menghindari kalau-kalau hasil yang keluar
tidak sesuai yang kuharapkan dan merusak hari bahagiaku.
Tepat
pada tanggal 14 Januari 2021, aku berangkat sendiri jam 8 pagi menggunakan
motor menuju Rumah Sakit Hermina untuk melakukan tes Antigen. Setelah mendaftar
dan booking sehari sebelumnya, akhirnya aku mendapat hasil yang aku harapkan.
Aku dinyatakan negatif setelah menunggu hasil kurang lebih 45 menit. Senang
rasanya bukan main, aku bersyukur. Aku memeluk diriku sendiri dan mengatakan
“kamu hebat, gab! Kamu sudah melalui semuanya dengan baik.” Kabar inipun segera
aku beritahu pada keluarga dan teman-teman terdekatku.
Aku
paham betul bahwa apa yang terjadi padaku saat itu sudah menjadi takdirku yang
harus dihadapi, bukan dihindari. Bukan untuk terus menyalahkan diri sendiri
atau orang lain, bukan menjadi alasan bersedih dan kehilangan semangat untuk
waktu yang lama. Aku percaya pada diriku sendiri kala itu kalau aku bisa
melewatinya, karena aku tahu jika Tuhan akan selalu ada dan tidak akan pernah
meninggalkanku sendirian. Tuhan hadir dalam rupa keluarga atau teman terdekat,
bahkan teman jauh sekalipun. Semua yang terjadi selalu ada hikmah dan pelajaran
yang bisa dipetik dari kehidupan. Hingga aku bisa melewatinya, aku tahu yang
paling berperan untuk itu semua adalah kekuatan cinta yang memberi segenggam
energi positif lewat kebahagiaan dan keceriaan. Percayalah, untuk setiap hal
yang kita hadapi di dunia ini, perlu diingat bahwa kita tidak sendiri. Cinta
akan selalu ada kapanpun dan di mana pun, selamanya akan menguatkan kita.~
-----------------------------------
THE END--------------------------------------