Minggu, 07 Maret 2021

#26 Luka Tak Berujung

 Seperti luka yang timbul akibat terjatuh dari sepeda,

Itulah rasa perih yang cukup membekas di ingatan.

Sakit yang timbul mungkin hanya bersifat sementara,

Tapi bisa jadi trauma akan membekas berlama-lama.

Bagaimana jika terjatuh lagi setelah sekian lama?

Bukankah rasa itu akan terkenang kembali dan semakin menyiksa?

Belum lagi jika jatuh bertubi-tubi, apa jadinya?

Sama pun halnya dengan hati.

Apalagi dia lebih lemah dibandingkan jaringan kulit.

Sekalipun hati berlapis-lapis dan terlihat tegar, apakah ia sanggup untuk menahan luka?

Kata orang, ada saatnya hati harus belajar untuk terluka supaya lebih kuat menapaki jalan cinta.

Wajar saja banyak insan yang bertahan atas nama cinta meski terkadang harus terluka.

Tapi, bukankah hati yang terluka juga ada batasnya?

Apa yang akan terjadi jika hati tak kunjung berhenti tersiksa dan terluka?

Trauma? Sedih yang tak berujung? Sakit yang tertanam dan tak kunjung bisa disembuhkan?

Entah apakah itu yang dikenal sebagai cinta?

Rasanya sulit untuk dipahami oleh akal.


Yogyakarta, 7 Maret 2021

-GG-


Sabtu, 06 Maret 2021

#25 Istirahat Sejenak: Sepenggal Cerita di Penghujung Tahun pt 2

 

PART 2 RECOVERY

27 Desember 2020,

            Tik tuk tik tuk, detik jam tak ada hentinya bergerak, tapi aku merasa waktu terlalu lama berganti. Ini baru hari ke-2 setelah aku terkonfirmasi. Pagi itu aku memulai rutinitas dengan berjemur, olahraga kecil, makan, mandi, dan mengurung diri di kamar. Aku menatap layar HP setiap waktu menunggu telepon dari pihak Puskesmas yang tak kunjung datang. Hingga menjelang sore, aku memutuskan menelepon pihak puskesmas lagi dan menanyakan kelanjutan proses rujukanku. Setelah menjabarkan kondisiku lagi, pihak Puskesmas mengatakan bahwa besok aku akan dihubungi langsung oleh Dokter Puskesmas untuk konsultasi lebih lanjut.

            Setelah menutup telepon dengan puskesmas, aku memutuskan untuk menceritakan hal ini pada teman-teman terdekatku. Pilihan ini kuambil semata-mata karena aku merasa butuh dukungan dan hiburan dari teman-teman terdekatku. Aku tahu betul bahwa mereka adalah orang-orang yang bisa memberi semangat dan penghiburan untukku. Betul saja, meski pada awalnya mereka terkejut, tetapi mereka memang yang paling bisa mengubah kekhawatiranku dengan hiburan, canda tawa, doa, dan segala kelucuan menjadi semangat baru untuk meyakinkan diriku supaya bisa segera pulih.

28 Desember 2020,

            Menjelang siang, masuk sebuah pesan Whatsapp dari nomor tidak dikenal. Rupa-rupanya pesan tersebut datang dari Dokter Puskesmas yang menanyakan kondisiku beserta keluarga. Setelah selesai mengisi data kondisiku beserta keluarga, Dokter menyampaikan bahwa hingga saat ini pihak Puskesmas masih berkoordinasi dengan tempat-tempat isolasi covid-19 di Yogyakarta perihal ketersediaan tempat. Dokter mengatakan jika beberapa tempat isolasi covid-19 di Yogyakarta sedang penuh dan kapasitasnya tidak mencukupi lagi untuk menampung tambahan pasien. Membaca pesan itu, hatiku makin tak karuan. Aku takut dan gelisah membayangkan tempat isolasi yang mencekam dan aku akan seorang diri di sana tanpa ada kehadiran keluarga.

            Sore harinya, Dokter menyampaikan jika aku sudah mendapat tempat isolasi di Asrama Haji Yogyakarta dan dijadwalkan mulai menempati kamar isolasi pada tanggal 29 Desember 2020, atau persis esok harinya. Aku diminta untuk menyiapkan baju dan kebutuhan pribadi lainnya. Dokter berpesan bahwa pihak tempat isolasi hanya menyediakan makan 3x sehari dan vitamin, sedangkan puskesmas akan menyuplai kebutuhan obat tambahan untuk mengobati gejala yang aku rasakan. Setelah membaca pesan tersebut, segera saja aku mengemasi pakaian dan beberapa kebutuhan pribadiku. Aku membawa satu ransel beserta 1 totebag sebagai bekal selama aku di tempat isolasi. Malam harinya aku cukup terganggu dengan pikiran yang terbang ke sana kemari dan membuatku tak bisa tidur dengan tenang. Aku berusaha memejamkan mata namun cukup sulit untuk terlelap. Pada akhirnya aku menatap langit-langit atap rumahku dan segera saja terlintas kata “Tuhan…” di pikiranku.

29 Desember 2020,

Tepat ketika sinar mulai masuk di celah jendela kamar, Hp-ku bergetar. Nada dering HP itu cukup menganggu tidurku. Tak kusangka telepon Whatsapp itu datang dari Dokter puskesmas yang memintaku segera bersiap. Ia memintaku datang ke Puskesmas tepat jam 10 pagi. Katanya 'ke puskesmas ya mbak, kami tunggu jam 10. Nanti kami yang akan antar sampai Asrama Haji menggunakan ambulans dan protocol covid-19'.

“Baiklah, saatnya berpasrah dan berangkat” gumamku dalam hati. Segera saja aku bersiap, mandi dan sarapan. Kemudian meraih tas ransel beserta totebagku yang kumasukkan ke dalam mobil. Diantar oleh keluargaku, jam 10 lebih sedkit aku tiba di Puskesmas. Setelah menunggu sebentar sembari pihak Puskesmas menyiapkan ambulans, akhirnya aku naik ke dalam ambulans. Lucunya, saat aku menginjakkan kaki hendak masuk ke dalam ambulans, entah apa yang membuat kakiku tersangkut dan menyebabkan aku tersandung dan terperosok tertelungkup di atas Kasur ambulans. Sakit mungkin bisa aku tahan, tapi rasa malu akibat tingkahku yang dilihat oleh petugas medis dan seorang laki-laki kisaran usia 30 tahun yang berangkat bersamaku sepertinya sedikit sulit kusembunyikan. Saat berhasil duduk dan kami berangkat, barulah aku sedikit menggosokkan lututku yang mulai membiru akibat terpentok besi.

“Kita jemput satu teman lagi ya mas, mbak. Kita mampir ke rumahnya kemudian baru kita ke Asrama Haji ya” ucap tenaga medis sembari menyetir ambulans. Aku dan mas-mas itu serentak menjawab “baik pak!”. Sesampainya di sebuah rumah, keluarlah seorang perempuan yang usianya nampak tidak terlampau jauh dariku. Saat mobil ambulans mulai melaju, percakapan antar pasien Covid-19 pun terjadi. Antara kami yang tak mengenal satu sama lain, hingga akhirnya kami saling berkenalan dan satu per satu bercerita mengenai kronologi bagaimana akhirnya bisa terpapar covid-19.

Setelah asik mengobrol, aku sedikit lega dan merasa tenang. Jam 11 tepat, kami telah sampai di Asrama Haji. Suasana saat kami tiba nampak sepi, tidak ada keramaian, sunyi, dan nampaknya tidak seseram di pemberitaan media. Sehabis kami mengambil kunci kamar, kami segera menuju ke kamar masing-masing. Mas tadi langsung naik menuju lantai 4, sedangkan aku dan mbak tadi menuju lantai 3 menggunakan tangga yang ada. Aku dan mbak itu hanya berbeda dua kamar. Saat menuju kamar, aku dan mbak di ambulans tadi bertukar nomor WA. Aku senang karena rupanya aku sudah mendapat teman baru. Selain itu kamar isolasi juga nyaman, bersih, dan nampak jendela yang cukup besar untukku bisa melihat bagian luar kamar tanpa halangan.

 Selesai meletakkan barang, aku turun bersama mbak ambulans untuk mengembalikan kunci serta mengambil makan di lantai bawah. Rupanya aturan di tempat isolasi mengharuskan pasien mengambil makan secara mandiri di lantai bawah. Informasi ketersediaan makanan akan diinfokan melalui whatsaap Group yang dibuat. Setiap harinya kita bisa memantau siapa yang sudah keluar, siapa yang baru masuk, siapa yang sudah bebas isolasi, siapa yang baru memulai isolasi, siapa yang bergejala, dan lain-lain. Dari situ aku kembali meyakinkan diriku bahwa semua akan baik-baik saja. Keluarga dan teman-teman terdekatku tak henti menanyakan kabarku, memberi dukungan secara materi, doa, atau semangat lewat kata-kata. Dan itu yang membuatku bisa bertahan untuk melewati semuanya hingga aku kembali sembuh. Itu yang aku percayai dan akan aku selalu yakini.

30 desember 2020,

Semalam aku masih beradaptasi dengan tempat baru. Ya memang benar, aku akan mengalami sulit tidur saat berada di tempat yang baru. Aku membutuhkan waktu adaptasi untuk bisa kembali menerapkan jam tidur normal dan bisa tidur dengan nyenyak. Pagi harinya, sekitar jam 7 pagi, aku segera bangun dan mandi. Aku dan mbak ambulans sangat rutin chatan sejak kemarin. Saat hendak mengambil sarapan, mbak ambulans akan chat aku dan kami kemudian mengambil makanan bersama. Sejak saat itu, kami mulai rutin chat untuk menanyakan kabar satu sama lain. Mbak Ambulans dan aku kemudian berjanji untuk bisa keluar bersama dari tempat isolasi dan bisa sembuh bareng-bareng.

Ketika aku mulai bosan, aku memilih mengisi waktu dengan olahraga ringan, kemudian mencoba meditasi sejenak, lalu mulai menghubungi teman-temanku. Aku mengajak temanku untuk video call dan cerita-cerita. Saat aku bercengkrama dengan mereka, aku merasa senang dan waktu cepat berlalu. Saat aku membutuhkan sesuatu, temanku selalu dengan sigap mengirimkannya. Hampir beberapa kali aku bolak-balik turun untuk mengambil kiriman dari banyak pihak. Entah dari keluarga, teman, atau bahkan dari pihak kampus. Dukungan dari mereka adalah segenggam energi positif yang ditransfer ke dalam diriku. Energi itu cukup membuatku berkata 'aku harus sembuh'.

Hari itu hujan awet seharian, deras kemudian gerimis tak lama deras lagi. Udara dingin kala itu membuatku menikmati “Me Time” yang sunyi ditemani instrumen hp dan buku novel karya Sapardi Djoko Damono yang dikirimkan teman eventku. Aku menikmati seharian itu dengan hati dan pikiran yang tenang, berusaha meresapi apa yang selama ini kupendam, dan membiarkannya menyatu dengan derasnya hujan hingga malam semakin larut dan aku tertidur pulas.

31 desember 2020

Jam 6 pagi aku terbangun, masih dibalik selimut aku menoleh ke arah jendela. Aku melihat hujan yang masih tak kunjung reda sejak semalam. aku memutuskan untuk kembali memejamkan mata. Pikirku, aku akan bangun 30 menit lagi kemudian bergegas mandi dan melakukan lain hal. Memang otak terkadang tak bisa sinkron dengan tubuh, rasa malas masih menghantui dan menghalangiku untuk bangun. Akhirnya aku membuka mata saat jam sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi. Reflex saja, aku beranjak dari tempat tidur kemudian membuka jendela dan meraih handuk. Aku menikmati air yang mengalir dari shower dan menyabuni badanku dengan sabun cair. Setelah keluar memakai baju, segera aku meraih HP untuk mengabari mba Ambulans hendak mengajaknya mengambil sarapan.

Nampaknya dia sudah lebih dulu siap dibanding aku. Tak lama setelah aku chat, ia sudah mengetok kamarku. Setelah itu, kami segera menuruni tangga dan mengambil sarapan pagi. Sekotak makanan yang tak lagi panas ditemani segelas teh yang sudah tak lagi beruap sudah kubawa bersamaku. Aku menarik balok kayu tempat biasa meletakkan galon air di sebelah jendela. Sembari menatap luar jendela, aku segera menyantap hidangan lezat itu. Kuakui juru masak yang menyiapkan makanan di tempat isolasi sepertinya memang seorang koki hahahaha… rasa masakannya sangat lezat, mungkin sekiranya itu yang perlu dilakukan supaya mood pasien bagus sehingga imunitas tubuh semakin kuat dan kami bisa segera sembuh.

Malam itu adalah malam pergantian tahun, semakin mendekati malam dan menuju 00.00 sejujurnya kesedihan kembali meliputiku. Banyak hal yang membuatku menyesal, terutama merasa bersalah karena aku semua rencana liburan kecil keluargaku tidak bisa terlaksana. Rencana untuk mengunjungi makam kakek nenek dari mama juga harus kandas. Aku yang terpisah dari keluarga saat pergantian tahun. Aku yang bahkan tak bisa mengucapkan selamat tahun baru dengan ucapan yang manis bagi teman-teman. Saat salah satu temanku videocall, akhirnya aku meneteskan air mata. Keluarnya air mata membuat dadaku terasa penuh dan tertekan. Seketika itu aku memutuskan mengakhiri videocall dan meminum obat.

Saat aku mulai sedikit memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara kembang api saling bersautan. Sontak saja aku menuju ke dekat jendela dan segera mengabadikan kembang api yang masih bisa kunikmati di balik kamar isolasi. Melihat kemeriahan di luar membuatku bersemangat. Aku segera mengirimkan video kembang api yang sempat kuabadikan kepada mbak ambulans. Aku berkata padanya “mbak, yuk buruan kita sembuh bareng supaya bisa keluar dari sini!”.

3 Januari, 2021

            Setelah melewati hari demi hari di tempat isolasi. Hari itu aku mendapat kabar jika aku sudah diperbolehkan pulang pada 4 Januari, 2021. Aku dipulangkan untuk melanjutkan isolasi mandiri di rumah karena tidak ditemukan gejala yang mengarah ke gangguan pernafasan. Aku juga senang saat mendapat kabar jika mbak Ambulans juga dipulangkan di tanggal yang sama denganku. Pagi itu kami memutuskan untuk olahraga bersama sembari berjemur di halaman bawah. Meskipun di peraturan terdapat larangan di mana pasien tidak diijinkan berjemur dan berolahraga di halaman, sejak kemarin-kemarin rupanya sudah ada beberapa pasien yang berjemur dan berolahraga di halaman dan tidak ditegur oleh petugas.

            Akhirnya aku dan mbak ambulans memanfaatkan momen hari terakhir di Asrama Haji untuk mendokumentasikan kegiatan kami. Aku merekam beberapa aktivitas dan footage yang sengaja kukumpulkan untuk membuat video dokumentasi pribadi. Setelah puas berjemur, kami langsung mengambil sarapan dan foto selfie bersama sebagai kenang-kenangan. Seharian itu kami sama-sama disibukkan mengemasi barang-barang dan pakaian. Aku kebingungan karena bawaanku bertambah banyak. Yang tadinya hanya satu ransel dan 1 totebag, jadinya aku membawa tambahan dua kerdus barang yang berisi kiriman dari teman-teman dan kampusku. Ah senangnya sudah bisa kembali ke rumah. Aku sudah tidak sabar melihat jalanan, makan masakan mama dan ayah, atau mendengar keributan adek dan kakakku. Sungguh rindu yang akan terbayarkan~

4 Januari 2021,

            Hari ini aku bangun lebih pagi dari biasanya. Jam 6 kurang, mba Ambulans sudah chat aku katanya ia sudah siap mandi dan membereskan barang-barang. Aku langsung bangun juga dan segera meraih handuk dan mandi. Selesai mandi dan ganti baju, aku segera menghubungi mbak ambulans mengajaknya mengambil sarapan terakhir di Asrama Haji. Kami sempat mengabadikan foto bersama dengan selfie pertanda perpisahan sementara.

            Selang tak lama dari kami sarapan, mbak Ambulans jam 8 kurang sudah dijemput oleh keluarganya. Harusnya aku juga request dijemput jam 8 karena sudah tidak betah tinggal di kamar isolasi, namun orang tuaku baru bisa jemput jam 9 lebih. Akhirnya aku bisa bebas dari ruang isolasi dan melanjutkan sisa isolasi mandiriku di kamar sendiri di kastil “my home sweet home”.

Semenjak hari itu, aku meneruskan pola hidup sama persis seperti saat aku di Asrama Haji. Pagi aku bangun dan berjemur sambil olahraga ringan, kemudian mandi, makan dan membaca novel ataupun nonton film dan mengerjakan beberapa kerjaan yang sudah semakin menumpuk. Menjelang siang, aku makan kemudian sore berolahraga, mandi, makan malam, videocallan sama teman yang punya waktu luang, dan diakhiri dengan tidur paling maksimal jam 10 malam.

Hari terus berganti, hingga tiba hari di mana aku sudah dibebaskan dari isolasi mandiri. Kisaran tanggal 9 Januari 2021, aku sudah dinyatakan bebas isolasi mandiri. Kata Dokter Puskesmas, untuk aturan baru bagi yang OTG maka tidak wajib untuk tes PCR/Antigen lagi. Setelah selesai masa isolasi mandiri maka pasien sudah dinyatakan bebas isolasi dan boleh beraktivitas kembali seperti sedia kala. Di dorong rasa penasaran dan ingin mendapat kepastian, setelah melewati tanggal 11 Januari 2021, tepatnya setelah aku berulang tahun, aku memutuskan untuk tes Antigen. Aku menunda beberapa waktu untuk benar-benar meyakinkan diriku bahwa aku sudah tidak lagi membawa virus. Aku butuh waktu setelah melewati ulang tahunku untuk menghindari kalau-kalau hasil yang keluar tidak sesuai yang kuharapkan dan merusak hari bahagiaku.

Tepat pada tanggal 14 Januari 2021, aku berangkat sendiri jam 8 pagi menggunakan motor menuju Rumah Sakit Hermina untuk melakukan tes Antigen. Setelah mendaftar dan booking sehari sebelumnya, akhirnya aku mendapat hasil yang aku harapkan. Aku dinyatakan negatif setelah menunggu hasil kurang lebih 45 menit. Senang rasanya bukan main, aku bersyukur. Aku memeluk diriku sendiri dan mengatakan “kamu hebat, gab! Kamu sudah melalui semuanya dengan baik.” Kabar inipun segera aku beritahu pada keluarga dan teman-teman terdekatku.

Aku paham betul bahwa apa yang terjadi padaku saat itu sudah menjadi takdirku yang harus dihadapi, bukan dihindari. Bukan untuk terus menyalahkan diri sendiri atau orang lain, bukan menjadi alasan bersedih dan kehilangan semangat untuk waktu yang lama. Aku percaya pada diriku sendiri kala itu kalau aku bisa melewatinya, karena aku tahu jika Tuhan akan selalu ada dan tidak akan pernah meninggalkanku sendirian. Tuhan hadir dalam rupa keluarga atau teman terdekat, bahkan teman jauh sekalipun. Semua yang terjadi selalu ada hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik dari kehidupan. Hingga aku bisa melewatinya, aku tahu yang paling berperan untuk itu semua adalah kekuatan cinta yang memberi segenggam energi positif lewat kebahagiaan dan keceriaan. Percayalah, untuk setiap hal yang kita hadapi di dunia ini, perlu diingat bahwa kita tidak sendiri. Cinta akan selalu ada kapanpun dan di mana pun, selamanya akan menguatkan kita.~

----------------------------------- THE END--------------------------------------

#31 Belum Terlambat Memilihmu

Maaf karena aku terlambat menyadari rasamu kepadaku. Aku hanya terbiasa dengan hari-hari yang dihabiskan bersamamu. Kalau saja aku sadar leb...